Jika kita menghabiskan hidup kita untuk mempersiapkan masa depan dan tidak menikmati saat ini, berarti kita menunda kebahagiaan. Kita jadi tak bisa menghargai dan merasakan kegembiraan, kata Barbara.
la mencontohkan budaya Amerika yang menghargai kerja atau doing dan bukan being. Orang Amerika, menurutnya lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas. Kita sering menilai diri kita dan orang lain dari apa yang sudah kita raih, daripada siapa kita.
Menurutnya, jiwa Amerika antara lain terbentuk dari konsep-konsep Bigger is Better, All You Can Eat, Two for One More for Your Money, Faster than Ever. New and Improved dan sebagainya.
"Kita tidak dilahirkan tidak bahagia. Kita belajar tidak bahagia"
Sejak Perang Dunia II, kita ingin mendapatkan sebanyak mungkin dan secepat mungkin. Konsumsi dan prestasi merupakan kunci utama kebahagiaan. Kita berkata pada diri sendiri, jika kita punya mobil itu, rumah itu, tv berwarna itu, pekerjaan yang tepat, kita akan bahagia.
Jika kita punya model yang lebih baru dari tetangga, atau punya posisi yang lebih prestisius, kita merasa sukses. Jagoan kita adalah orang yang paling berada. Nilai-nilai kita fokus pada barang-barang. Tujuan kita adalah memiliki dan meraih ketimbang hidup itu sendiri, katanya.
Menurutnya, kesadaran konsumsi ini mengubah orang Amerika menjadi ahli dalam menunda kebahagiaan. Menunda kebahagiaan artinya percaya, kita akan bahagia jika sudah mencapai kondisi tertentu.
Misalnya, Saya akan bahagia jika sudah menemukan jodoh yang tepat. Saya akan bahagia jika bisa menurunkan berat badan sampai 20 kg. Saya akan bahagia jika anak-anak menikah dan berhasil. Saya akan bahagia jika bisa punya bisnis sendiri. Saya akan bahagia jika bisa menghias ruang keluarga.
Saya akan bahagia jika bos memberikan promosi. Saya akan bahagia jika punya mobil baru. Saya akan bahagia....(Anda bisa mengisinya jadi lebih panjang lagi).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.