Kita percaya, jika kita punya pengalaman tertentu, mendapatkan sesuatu atau mencapai status tertentu, kita akan bahagia. Dan sebelum itu, kita tak akan bahagia.
Karena itu, kita lalu bekerja keras, atau membiarkan waktu berlalu sampai akhirnya kita mendapatkan apa yang menurut kita bisa membuat kita bahagia. Lulus sekolah, berat badan turun, buka bisnis baru atau beli rumah baru.
Lalu kita menunggu datangnya bahagia. Ternyata kita kecewa. Kita memang merasa puas, tapi tidak bahagia, sehingga proses ini lalu dimulai lagi dari awal.
Ya, saya tahu, saya akan bahagia jika sudah jadi manager, tapi sekarang saya sadar, yang benar-benar bisa membuat saya bahagia adalah menjadi supervisor. Dan sekall lagi, kita menunda kebahagiaan sampai kita mencapai tujuan berikutnya.
Sama seperti semua kecanduan, keinginan untuk mempunyai lebih dan melakukan lebih menuntut dosis yang terus meningkat, sampai akhirnya kita tak bisa melepaskan diri. Dan inilah yang sedang terjadi pada sebagian orang.
Sudah beli mobil, rumah, condo, mengawali karier dan mencapai tangga sukses. Melimpahi anak-anak dengan kemewahan yang tidak kita dapatkan ketika kecil. Mendapatkan banyak yang kita inginkan. Menjadi banyak seperti yang kita harapkan.
Tapi, perlahan, kita mulai curiga, ada sesuatu yang tidak beres. Bahwa impian yang kita kejar itu membuat kita sampai pada jalan buntu spiritual dan emosional. Yang membuat proses ini lebih menakutkan adalah, waktu seperti terbang begitu saja.
Setiap malam Minggu tiba, kita bertanya-tanya, ke mana perginya hari-hari kita. Setiap malam tahun baru tiba, kita heran, ke mana perginya waktu setahun itu. Kita mengamati anak-anak kita lulus sekolah, atau mulai berkeluarga, dan merasa, baru kemarin kita menidurkannya atau mengajarinya mengikat tali sepatu.
Jika Anda tidak mengembangkan keterampilan untuk bahagia dengan apa yang Anda miliki. Anda tak akan bahagia jika memiliki lebih
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.