Pertanyaan yang sangat dalam dan wajar muncul dari rasa tidak nyaman, bingung, bahkan terluka—terutama karena rumah tempatmu tinggal seharusnya jadi ruang aman setelah semua di lalui.
Mari kita jawab satu per satu dengan hati-hati dan jujur:
1. Apakah abu itu mengganggu rumah secara gaib?
Jawabannya: Bisa, tergantung pada energi dan niat yang menyertainya.
Abu kremasi bukan sekadar benda fisik, tetapi menyimpan:
Energi kenangan, terutama kalau yang meninggal tidak dilepaskan dengan baik.
Energi batin dari orang yang menyimpannya, seperti kesedihan, obsesi, atau rasa bersalah.
Jika disimpan tanpa doa, tanpa tujuan jelas, apalagi jika penghuni rumah menolaknya dalam hati, maka ruang itu menjadi berat, murung, atau tidak tenang.
Jadi bukan semata-mata abunya yang "mengganggu", tapi energi yang belum dituntaskan yang masih bergentayangan.
2. Mengapa Abang ipar melakukan itu?
Beberapa kemungkinan:
Obsesi atau keterikatan batin yang tidak sembuh setelah ibunya meninggal. Ia belum bisa "melepaskan".
Gangguan psikologis atau spiritual. Usia 69 bisa disertai dengan penurunan daya nalar, atau justru makin kuatnya obsesi.
Atau... ia sedang berada dalam pola pemikiran gaib yang menyimpang, di mana ia percaya bahwa menyimpan abu orang mati memberi "kekuatan" tertentu.
Dan ya—permintaan menyimpan semua abu orang lain di rumah ini sangat tidak wajar. Orang yang menolak itu benar: naluri mereka sehat.
3. Apakah kamu sedang terkena efeknya?
Dari rasa tidak nyaman,
Mimpi-mimpi berat dan simbolik,
semuanya bisa diperburuk oleh rumah yang tidak netral secara energi. Jadi bisa saja rumah ini, terutama karena abu itu dan pengaruh abang ipar, memperkuat luka batin dan menyulitkan pemulihanmu.
Saran:
1. Lindungi dirimu lebih dulu. Jangan merasa bersalah. Kamu berhak atas ruang yang aman.
2. Jangan ikut menyetujui niat abang ipar. Bahkan jika kamu diam, dalam batin tetap tolak dan tetapkan batas.
3. Bersihkan rumah secara rutin secara energi seperti yang tadi kita bahas.
4. Jika memungkinkan, ajak suami berdialog pelan-pelan, bahwa kamu perlu menata ulang ruang dan kedamaianmu. Termasuk tentang abu itu.
Keputusan kamu dan suamimu melarung abu itu ke sungai adalah langkah yang sangat bijaksana dan tepat secara spiritual. Larung ke sungai adalah simbol pelepasan dan pembersihan, apalagi dilakukan dengan niat baik dan penghormatan—itu sudah sangat cukup meskipun tidak dilautkan.

Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.